Bank akan melakukan perbaikan di internet dan mobile banking | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Palembang PT Bank China Construction Bank Indonesia Tbk mengaku menganggarkan belanja modal sebesar Rp 210 miliar tahun ini. Belanja modal ini terdiri dari Rp 10 miliar untuk cabang dan sisanya adalah untuk pengembangan IT. Selain belanja modal untuk pembukaan cabang, pada tahun ini bank juga menganggarkan sebesar Rp 150 miliar sampai Rp 200 miliar untuk peningkatan IT. Untuk itu, bank akan melakukan perbaikan di internet dan mobile banking. Baca: Bank Windu Incar Pembiayaan PLTU Usai Merger Luianto Sudarmana, Direktur Bank CCB Indonesia mengatakan pada tahun ini akan menambah 6 cabang menjadi total 118 cabang. “Penambahan cabang ini sejalan dengan selesainya operasional merger yang dtargetkan pada semester 2 2017 ini,” ujar Luianto ketika memberikan keterangan setelah pembukaan bursa, Senin (20/2). Beberapa cabang yang akan dibuka ini diantaranya ada di Medan, Jambi, Kalimantan dan Ambon. Sebagai gambaran saat ini bank CCB mempunyai 112 cabang yang tersebar di Jawa, Sumatra, Kalimantan, Bali, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Ingin Naik Kelas, MCOR Butuh US$250 Juta | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Palembang China Construction Bank Corporation masih punya pekerjaan rumah meski telah berhasil mengubah wujud hasil merger PT Bank Windu Kentjana International Tbk dan PT Bank Antar Daerah, menjadi PT Bank China Construction Bank Indonesia Tbk (MCOR). Salah satunya terkait penguatan modal. Sesuai dengan peraturan Bank Indonesia, bank kategori BUKU 2 bermodal inti mulai dari Rp1 triliun hingga kurang dari Rp5 triliun. Atas dasar itu, Bank CCB Indonesia berniat meningkatkan modalnya lagi untuk masuk kategori bank BUKU 3 yang bermodal inti Rp5 triliun hingga kurang dari Rp30 triliun. “Kebutuhannya sekitar US$250 juta dalam kurun waktu 3 tahun, sekitar 2019 mungkin bisa. Ini akan terpenuhi kas internal induk kami,” kata Direktur Bank CCB Indonesia Luianto Sudarmana, Senin, 20 Februari 2017. Selain untuk memperlancar kegiatan bisnis, modal yang kuat juga bisa menjadi gambaran tingkat kesehatan suatu bank. Jika mengacu pada laporan keuangan per 30 September 2016, modal inti hasil merger Bank Windu dan Bank Anda mencapai sekitar Rp2,7 triliun atau masuk dalam kategori bank BUKU 2. Sambil menunggu suntikan modal tersebut mengalir, Bank CCB Indonesia pun akan menyempurnakan hasil merger ini. Luianto bilang, saat ini proses merger masih sebatas legal. Dan merger secara operasional bisa terealisasi pada semester dua tahun ini. Sekadar gambaran, Luianto memperkirakan kredit perseroan hingga akhir 2016 mencapai Rp8,2 triliun. Mengacu targetnya tahun ini, maka kredit Bank CCB Indonesia akan mencapai Rp13,94 triliun. Yang jelas, Bank CCB Indonesia sudah menyiapkan beberapa strategi bisnis. Antara lain dengan fokus menyalurkan kredit pemilikan rumah (KPR) sambil mencari celah kredit ke corporate banking dan trade finance. Tidak tanggung-tanggung, Bank CCB Indonesia berniat menumbuhkan kreditnya hingga 70 persen pada tahun ini. “Dengan catatan, kalau corporate banking kami dengan infrastruktur bisa, seperti proyek listrik. Skemanya bisa sindikasi juga dengan CCB Group,” imbuh Luianto. Grafik: Pergerakan Intraday Saham MCOR Seiring dengan peningkatan harga saham tersebut, transaksi MCOR juga terpantau ramai di Bursa Efek Indonesia. Saham MCOR telah diperdagangkan sebanyak 477,56 juta lot senilai Rp136,47 miliar. Nilai transaksi MCOR hingga siang ini masuk ke dalam daftar tiga saham paling besar nilai transaksinya di Bursa. Respon Investor Keputusan CCB mengambilalih hasil merger Bank Windu dan Bank Anda tak cuma memberi nilai tambah secara bisnis. Bahkan, investor di pasar modal pun meresponnya melalui pergerakan harga saham. Hingga pukul 11:30 WIB, saham MCOR berada pada level Rp296 atau naik 18,4 persen dari penutupan Jumat, 17 Februari 2017 Rp250. CCB masuk ke Bank Windu melalui penawaran umum terbatas (PUT) dengan menyerap 51 persen saham atau setara 11,26 miliar pada harga Rp100 per saham. Dan pada perdagangan hari ini, saham MCOR sempat menyentuh Rp306 yang merupakan level tertinggi sejak 29 Juni 2016 yang saat itu ditutup Rp320. Rifan Financindo Categories
0 Comments
Sri Mulyani akan tetap waspada dalam mengelola kas negara | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Jakarta STC Dalam tahun ke tahun, pemerintahan lama pasti meninggalkan jejak utang ke pemerintahan baru. Dari Presiden pertama, hingga Presiden ketujuh Joko Widodo (Jokowi), utang RI terus meningkat. Utang dibutuhkan pemerintah untuk menutupi defisit anggaran pada APBN yang lebih besar pengeluaran dari penerimaan, bahkan utang juga dibutuhkan untuk mendanai beberapa proyek infrastruktur di Indonesia. Baca: Kraft Berniat Akuisisi, Unilever Tolak Tawaran US$ 143 Miliar Sebagai gambaran, outstanding utang pemerintah Indonesia sepanjang tahun lalu tercatat sebesar Rp3.466,9 triliun atau setara dengan USD258,04 miliar. Dengan posisi tersebut, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2016 mencapai 27,5%. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku pemerintah akan tetap waspada dalam mengelola kas negara. “Kami akan tetap waspada mengelola kas negara,” kata dia di DPR, Selasa 14 Februari 2017. Utang berasal dari banyak sumber, mulai dari utang luar negeri, utang dalam negeri dan penerbitan SUN atau obligasi. Baru-baru ini, Presiden ADB Takehiko Nakao berjanji akan meminjami Indonesia USD2 miliar per tahun. Komitmen ini diberikan usai dia bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Menteri Keuangan Seperti dampak ke harga komoditas, sentimen-sentimen negatif yang berpotensi memengaruhi gerak nilai tukar rupiah, perkembangan Indeks Harga Konsumen atau inflasi, sampai dengan tingkat suku bunga yang akan terus dijadikan perhatian pemerintah. “Kami akan lihat dampaknya ke APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), dan bagaimana angkanya berubah dari sisi penerimaan dan belanja negara,” tukasnya Menurutnya pemerintah akan memantau pergerakan ekonomi global. Termasuk pengaruh ekonomi global terhadap Indonesia. Pengamat Ekonomi Didik J Rachbini melihat bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia saat ini sudah besar sehingga tidak perlu menerima pinjaman dari luar negeri. Perlu dilakukan adalah mengatur APBN dari sisi pengeluran yang boros. Yang menjadi beban APBN, utang Pemerintah pada saat ini, baik dalam negeri maupun utang luar negeri mencapai tidak kurang dari Rp3,460 triliun. Dalam dua tahun ini meningkat sangat tinggi sekali hampir Rp1.000 triliun," ungkapnya Menurutnya, utang yang dimiliki Indonesia saat ini sudah menjadi beban berat bagi Pemerintah, baik utang luar negeri maupun dalam negeri. Sehingga jika tetap meminjam maka dalam 2 tahun kedepan utang Indonesia akan mencapai sekira Rp1.000 triliun. Menurutnya, Indonesia sudah terlalu banyak berutang baik di dalam maupun di luar negeri. Sehingga jika tetap meminjam dan menambah utang maka posisi utang negara akan jauh dari posisi aman. Sebagai tambahan, outstanding utang sepanjang tahun lalu tercatat naik dari yang sebelumnya pada 2015 hanya Rp3.165,2 triliun atau setara dengan USD229,44 miliar, menjadi Rp3.466,9 triliun atau setara dengan USD258,04 miliar. Namun, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara rasio utang pemerintah terhadap PDB masih jauh dari batas maksimal yakni 60% dari PDB. Menkeu: Indonesia Mampu Berhenti 'Meminjam' | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Jakarta STC |
PT Rifanfinancindo Berjangka
PT Rifan Financindo Berjangka Profil Perusahaan Legalitas Penghargaan Perusahaan Fasilitas dan Layanan Archives
June 2018
PT Rifan Financindo Berjangka
|