Terhitung dari 23 Januari 2017 | PT Rifan Financindo Berjangka PusatNegosiasi penandatanganan Power Purchase Agreement (PPA) alias kontrak jual-beli listrik pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) Jawa I berkapasitas 2 x 800 megawatt (MW) diperpanjang 14 hari, terhitung dari 23 Januari 2017. Konsorsium Pertamina-Marubeni Corporation-Sojitz dan PT PLN (Persero) sepakat membahas lebih lanjut beberapa isu terkait bankability. Persyaratan tersebut di antaranya adalah LNG Sales Purchase Agreement (SPA) untuk PLTGU Jawa I. Pasokan LNG untuk PLTGU Jawa I berasal dari PLN, bukan dari Independent Power Producer (IPP) sebagai pemilik pembangkit. Sampai saat ini PLN belum dapat menunjukkan LNG SPA untuk PLTGU Jawa I. "Sesuai statement PLN, pembahasan diperpanjang," kata VP Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro, melalui pesan singkat kepada wartawan, Selasa (24/1/2017). Wianda menyatakan, Konsorsium sudah siap menandatangani PPA, tinggal menunggu PLN melengkapi persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan agar pihak bank pemberi kredit (lender) untuk pembiayaan proyek mau mencairkan dana. Bila tidak ada LNG SPA, lender tak mau memberikan kredit, karena khawatir nantinya PLTGU Jawa I kekurangan pasokan gas dan terganggu operasinya. "Soal SPA kita tunggu dari PLN. Kami sudah siap, tinggal menunggu SPA dari PLN," ucapnya. Dihubungi secara terpisah oleh detikFinance pagi ini, Direktur Pengadaan PLN, Supangkat Iwan Santoso, membenarkan PPA PLTGU Jawa I masih belum ditandatangani. Tanggal 23 Januari 2017 adalah deadline penandatanganan PPA, tapi ada klausul-klausul yang perlu pembahasan lebih lanjut. "Masih belum ditandatangan," tutrnya Ia menambahkan, isu-isu terkait sudah selesai dibahas. Konsorsium sudah menerima penurunan Availability Factor menjadi 60% seperti permintaan PLN. Dengan demikian, PLN hanya berkewajiban membeli listrik sebesar 60% dari kapasitas PLTGU Jawa I yang mencapai 1.600 MW. Denda Take or Pay dikenakan pada PLN kalau listrik yang diserap di bawah 60%. Di PPA lainnya, rata-rata Availability Factor mencapai di atas 80%. "Tidak ada lagi isu serapan listrik. Pertamina sudah commited dengan 60% serapan, itu sudah di-manage dan di-handle Pertamina dan Konsorsiumnya," Wianda mengungkapkan. Pertamina Tagih PLN Kepastian Gas PLTGU Jawa 1 | PT Rifan Financindo Berjangka Pusat Kepastian dibutuhkan supaya kontrak jual-beli listrik pembangkit segera ditandatangani. "Karena kami bangun pabrik tapi bahan bakarnya tidak ada. Secara bankability, itu wajib," ujar Ketua Konsorsoum Pertamina Ginandjar, Senin, 23 Januari 2017. Konsorsium PT Pertamina (Persero)-Marubeni-Sojitz meminta PT PLN (Persero) segera memastikan pasokan gas alam cair LNG untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa 1. Ginandjar mengatakan, sampai saat ini, PLN tidak kunjung menunjukkan alokasi gas pasti, yang dibuktikan dengan perjanjian jual-beli gas (PJBG) antara perseroan dan pemasok. Padahal proyek ini adalah pembangkit gas terbesar di Indonesia, dengan kebutuhan gas mencapai 22 kargo setiap tahun. Diketahui, PLN bersama pengembang proyek harus menyelesaikan masalah pendanaan setahun setelah kontrak diteken. PLTGU Jawa 1 diperkirakan bakal menelan investasi US$ 2,4 miliar. Selain Mizuho, lembaga lain yang terlibat adalah Japan Bank for International Cooperation, Asian Development Bank, serta Nippon Export Investment Insurance. Sumirnya alokasi gas membuat calon pemberi pinjaman proyek gerah. Koordinator lembaga pembiayaan proyek, Mizuho Corporation, pada 20 Januari lalu, meminta PLN memastikan alokasi gas. Jika tidak ada kepastian, dana pinjaman untuk kelangsungan proyek bakal susah cair. Asian Development Bank sudah mewanti-wanti agar PLN mengkaji ulang kebijakan ini karena bisa membuat pendanaan proyek seret. Peringatan tersebut disampaikan pada 12 Agustus 2016. Selain kepastian gas, proyek ini dihadapkan pada masalah kebijakan PLN yang menolak menanggung kerugian jika pasokan LNG gagal selama 30 hari. Ginandjar mengklaim perusahaannya bersedia “mengalah” dengan menyepakati kapasitas tersedia (availability factor/AF) sebesar 60 persen, dari rencana semula sebesar 92 persen. Kesepakatan ini, menurut dia, membuat harga jual listrik turun dari US$ 5,5 sen kilowatt per jam (kWh) menjadi US$ 5,2 sen per kWh. Akibatnya, proyeksi penerimaan konsorsium berkurang sekitar US$ 170 juta. Ginandjar juga mengklaim keputusan ini sudah disetujui direksi Pertamina. "Tapi jangan tanya IRR (angka pengembalian investasi) kami berapa." Menurut dia, banyak mitra konsorsium yang keberatan karena pendapatan berpotensi hilang. Tapi, dia memastikan, sekitar 18 mitra konsorsium tetap berkomitmen mengembangkan pembangkit. PLTGU Jawa 1 terdiri atas dua unit yang menghasilkan listrik hingga 1.600 MW. Kebutuhan gasnya mencapai 250 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd) yang dipasok dari fasilitas regasifikasi LNG terapung (floating storage regasification unit) dengan masa operasi selama 25 tahun. Diketahui, pembahasan kontrak sudah molor dari target pada pertengahan Desember lalu. Direktur Pengadaan PLN Supangkat Iwan Santoso memastikan komitmen perusahaannya untuk segera menandatangani kontrak. Dia mengklaim gas untuk pembangkit berasal dari proyek Tangguh yang dikelola BP Berau. "Harga dan volumenya sudah disepakati." Kapasitas itu membuat Jawa 1 menjadi proyek listrik gas terbesar dalam program pembangkit 35 ribu MW. Proyek ini berlokasi di Cibatu Baru, Jawa Barat. Polemik PLTGU Jawa 1 Berlarut, Dirjen Ketenagalistrikan Harus Turun Tangan | PT Rifan Financindo Berjangka Pusat Direktorat Jenderal (Ditjen) Ketenagalistrikan Kementerian ESDM harus ikut turun tangan mengatasi polemik rencana pembangunan megaproyek PLTGU Jawa 1 yang tak kunjung usai. "Harus ada langkah tegas dari Dirjen Ketenagalistrikan Jarman dengan memanggil direksi PLN dan Pertamina," Hal itu ditegaskan Direktur Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara di Jakarta. Bahkan, imbuh Marwan, dengan kondisi sekarang di mana konsorsium Pertamina mengelola dan menyerap isu teknis komersial berongkos 170 juta dolar AS, jika ditarik ekivalensinya maka tarif harga jual listrik yang ditawarkan konsorsium Pertamina bisa hanya menjadi 5,2 sen dolar AS. Marwan mengatakan, berlarutnya rencana pembangunan PLTGU Jawa 1 diduga karena PLN tidak melakukan transparansi kepada publik. Misalnya terkait soal harga jual beli listrik PLN terhadap pemenang tender. "Kita semua tahu bahwa konsorsium Pertamina telah siap dengan 60 persen purchase requirement dengan harga jual tetap 5,5 sen dolar Amerika Serikat (AS)," jelas dia Marwan menegaskan, setahu dirinya konsorsium Pertamina telah melakukan penawaran sesuai spesifikasi teknis dan finansial yang telah ditetapkan di dalam tender. Anehnya, lanjut dia, beredar kabar bahwa konsorsium Pertamina mengharuskan PLN mengambil 92 persen purchase requirement dengan harga jual 5,7 sen dolar AS. "Kabar itu setahu saya tidak benar," tepisnya. Jangan sampai ada alasan kemenangan konsorsium Pertamina dibatalkan karena adanya oknum yang memanipulasi informasi dan data,” jelas dia. "Dirjen Ketenagalistrikan tidak boleh tinggal diam. Jangan sampai proyek ini dimenangkan oleh konsorsium yang lebih mahal dan dengan kualitas yang jelek dengan mengorbankan Pertamina. Dia (dirjen) harus memanggil kedua direksi, baik dari PLN maupun Pertamina, untuk mengklarifikasi masalah yang ada," kata dia Menurut Marwan, manipulasi informasi dan data bisa dilakukan oleh oknum untuk kepentingan pemburu rente yang berpihak pada perusahaan tertentu dengan mengorbankan proses yang sudah baik. PT Rifan Financindo Categories
0 Comments
Leave a Reply. |
PT Rifanfinancindo Berjangka
PT Rifan Financindo Berjangka Profil Perusahaan Legalitas Penghargaan Perusahaan Fasilitas dan Layanan Archives
June 2018
PT Rifan Financindo Berjangka
|