Pasar saham global masih terpapar efek perang dagang dan kenaikan bunga acuan The Fed | PT Rifan Financindo BerjangkaDi saat pasar terkoreksi, Kiswoyo justru menyarankan investor membeli saham perbankan seperti BBRI, BBCA, BMRI yang harganya lagi murah dengan fundamental bisnis yang sehat dan stabil. Selain bank, saham pilihan lainnya jatuh pada sektor konsumer. Valuasi saham UNVR dan HMSP sudah terbilang murah. Bukan hanya itu, saham emiten minyak sawit mentah (CPO) cukup defensif terhadap efek perang dagang dan kenaikan suku bunga The Fed. "Seperti BWPT, GZCO, LSIP dan AALI boleh dibeli," kata Kiswoyo. Emiten ini cukup tahan banting karena produsen CPO yang tingkat konsumsinya cukup besar di dalam negeri dan luar negeri, seperti China dan India. Analis Senior Paramitra Alfa Sekuritas William Siregar juga mengatakan, perang dagang antara Amerika Serikat versus China dan kenaikan bunga The Fed sudah diantisipasi investor. "Sebelumnya sudah pernah terjadi perang dagang antara AS dan China dan tahun ini suku bunga The Fed sudah naik dua kali, namun pasar selalu merespons positif karena BI ikut menaikkan suku bunga acuan untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah," kata dia. Analis Narada Aset Manajemen Kiswoyo Adi Joe juga menambahkan, isu perang dagang maupun kenaikan bunga The Fed tak punya pengaruh signifikan terhadap pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia. "Kelak pasar modal akan kembali stabil karena BI akan merespons isu tersebut dengan menaikkan suku bunga acuan," ungkap dia. Di saat kondisi tak pasti seperti saat ini, sejatinya sektor perbankan akan terkoreksi. Tapi tidak perlu cemas, sebab pelemahan itu hanya sementara. Apalagi, belum ada katalis domestik yang bisa mengangkat psikologis pasar. Selain menantikan arah kebijakan bunga acuan BI pada akhir Juni nanti, pelaku pasar juga menunggu rilis laporan keuangan emiten di kuartal kedua tahun ini. Meski demikian, Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menilai isu perang dagang dan kenaikan bunga The Fed hanya berefek sementara. "Ini hanya kekhawatiran jangka pendek. Kenaikan Fed fund rate berpotensi mendorong BI untuk kembali menaikkan suku bunga acuan," ungkap dia, Kamis (21/6). Sentimen negatif perang dagang dan bunga The Fed akan berpengaruh dalam jangka pendek terhadap saham emiten sektor perbankan dan properti. Pasar saham global masih terpapar efek perang dagang dan kenaikan bunga acuan The Fed. Sejumlah bursa saham global, termasuk di Indonesia, hingga kemarin masih bergerak dalam tren menurun. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin ditutup menurun 1,05% menjadi 5.822,33. Sejak awal tahun ini hingga kemarin (ytd), investor asing sudah membukukan penjualan bersih (net sell) lebih dari Rp 50 triliun. Selain isu global, pasar saham Indonesia juga terkepung sentimen domestik. Isu terbaru adalah pelemahan nilai tukar rupiah dan isu kenaikan bunga acuan Bank Indonesia (BI). Boleh Saja Tingkat Suku Bunga Acuan Naik... | PT Rifan Financindo BerjangkaUpaya tersebut pun pernah dilakukan Darmin kala masih menjadi Gubernur BI pada medio 2010-2013. Dulu, kata Darmin, pihaknya secara rutin selama sebulan sekali menerbitkan rilis Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK). "Jadi dengan hal tersebut kita tahu SBDK tiap bank berapa dan yang tak efisien berapa agar selanjutnya bisa melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan dan kemudian peningkatan suku bunga tidak otomatis menaikkan tingkat suku bunga kredit konsumsi," tutup Darmin. "Oleh karena itu, sebenarnya pemerintah tentu perlu bekerja sama dengan OJK dan Bank Indonesia. Sebab, boleh saja tingkat bunga dari seven days repo rate naik, tetapi bisa juga dijalankan untuk mendorong efisiensi di perbankan," jelas Darmin di Jakarta, Kamis (21/6/2018). Darmin juga menambahkan, melalui kerja sama dengan OJK dan BI maka pemerintah bakal mendorong perbankan untuk memangkas segala macam biaya yang tak efisien. Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Darmin Nasution menganggap bahwa kebijakan moneter dalam negeri saat ini masih mengantisipasi kemungkinan naiknya suku bunga The Fed. Antisipasi tersebut perlu dilakukan agar kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) tidak terus terganggu. Imbasnya, kenaikan suku bunga yang terjadi pun dirasa wajar oleh Darmin. ( Baca : Skandal Asmara yang Bikin CEO Intel Mundur ) Rupiah Melemah Pasca-Libur Lebaran, Ini Kata Menko Darmin | PT Rifan Financindo BerjangkaBerdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau JISDOR pada perdagangan 21 Juni 2018, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berada di level Rp 14.090. Angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan pada 8 Juni 2018 atau awal libur Lebaran yang ditutup pada level Rp 13.902 per dollar AS. Dia optimistis rupiah akan kembali menguat terhadap dollar AS dalam beberapa hari ke depan. "Oleh karenanya, jangan itu dianggap sudah akhir cerita. Lusa juga berubah lagi," imbuh Darmin. Hari ini merupakan hari pertama publik masuk kerja setelah libur Lebaran hampir dua minggu. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat usai libur Lebaran tercatat melemah nyaris menyentuh level Rp 14.100. Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Darmin Nasution menanggapi penguatan dollar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah yang terjadi pada Kamis (21/6/2018). Menurut dia, penguatan hingga satu persen itu terjadi lantaran hari libur panjang Lebaran 2018. "Bahwa dia (dolar) naik satu persen, itu ya memang agak lebih ditambah karena kita liburnya banyak. Orang enggak tahu ini bagaimana dan orang hantam saja di hari pertama kerja," kata Darmin di kantornya, Kamis pagi. Meski demikian, Darmin meyakini penguatan dollar AS terhadap rupiah tersebut tidak akan berlangsung lama. Rifanfinancindo Berjangka
0 Comments
Leave a Reply. |
PT Rifanfinancindo Berjangka
PT Rifan Financindo Berjangka Profil Perusahaan Legalitas Penghargaan Perusahaan Fasilitas dan Layanan Archives
June 2018
PT Rifan Financindo Berjangka
|