masih banyak wp yang ragu ikut tax amnesty | PT Rifan Financindo BerjangkaSejak tax amnesty periode II dibuka, total penerimaan uang tebusan dari program tersebut baru berjumlah Rp 10 miliar menjadi Rp 1,54 triliun dari periode pertama Rp 1,63 triliun. Penerimaan pajak dari program tax amnesty atau pengampunan pajak periode kedua di Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur III masih minim. Bagian Humas Kanwil DJP Jawa Timur III Nur Falaq Rachmaningtiyas mengatakan, minimnya penerimaan uang tebusan di periode kedua ini disebabkan oleh berbagai faktor. Selain itu, ia menduga bahwa kebanyakan wajib pajak yang belum ikut tax amnesty masih ragu - ragu. Dengan perolehan yang masih minim, DJP Jawa Timur III merasa kesulitan untuk mencapai target. Sebab di periode kedua ini, DJP Jawa Timur III mentargetkan bisa menghimpun sebesar Rp 900 miliar. Apalagi periode kedua akan berakhir pada 31 Desember nanti. Salah satunya adalah besarnya penerimaan di periode pertama. Sebab di periode pertama penerimaan uang tebusan melampaui target. Dari yang ditargetkan sebesar Rp 1 triliun, DJP Jawa Timur III mampu menghimpun sebesar Rp 1,63 triliun. "Mungkin masih hitung untung ruginya ikut tax amnesty," katanya dalam tax gathering di Kota Malang, Jawa Timur, Senin (21/11/2016). Selain menyasar wajib pajak kelas atas, pada periode ini juga disasar wajib pajak dari golongan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Data yang ada di DJP Jawa Timur III, wajib pajak dari sektor UMKM sebanyak 85.479. Terdiri dari badan dan perorangan. Hingga saat ini, yang sudah ikut program tax amnesty sebanyak 5.845 atau sebesar 6,84 persen. Kanwil DJP Jawa Timur III terdiri dari 15 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan tujuh Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP). Yakni dari Trenggalek hingga Banyuwangi. "Kami terus mengingatkan aja bawah amnesty ini masih ada. Jangan dilupakan. Kemungkinan perolehan masih optimis. Semoga banyak yang ikut di periode ini," ungkapnya. "Periode ini juga menyasar UMKM, tapi kita prioritaskan yang besar - besar dulu," ungkapnya. Reformasi Pajak Harus Dorong Kepatuhan Wajib Pajak | PT Rifan Financindo Berjangka Anggota Komisi XI DPR Muhammad Misbakhun menilai rasio pajak Indonesia tergolong rendah dibandingkan rata-rata rasio pajak di negara berpenghasilan menengah ke bawah yang mencapai 17,7%. Data 2015 menunjukkan, rasio pajak Indonesia hanya 10,5% terhadap produk domestik bruto (PDB). Rencana pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mereformasi sistem perpajakan diharapkan fokus pada tujuan mendorong peningkatan kepatuhan wajib pajak (WP). Anggota Komisi XI DPR Muhammad Misbakhun menilai ras Rendahnya rasio pajak tersebut, lanjut Misbakhun, tecermin dari total perbandingan antara besarnya pajak yang dipungut dan besarnya potensi pajak terpetakan yang hanya 55%. Menurut dia, salah satu penyebab rendahnya rasio pajak adalah masih minimnya kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak (DJP). ”Rendahnya rasio pajak menunjukkan masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, serta kemampuan pemerintah menggali sumber penerimaan pajak dari sektor-sektor ekonomi yang belum optimal,” kata Misbakhun di Jakarta. Misbakhun berpendapat, besarnya tanggung jawab yang diemban oleh DJP untuk mengumpulkan pajak seharusnya disokong oleh payung hukum yang lebih kuat dari Peraturan Presiden (Perpres) dari sudut kelembagaan. Hal inilah, kata dia, yang membuat otoritas pajak itu memiliki wewenang yang terbatas dalam mengatur organisasi, SDM, dan anggaran secara independen. ”DJP selama ini sudah melakukan upaya penguatan institusi dengan tambahan pegawai dan infrastruktur. Namun, perkembangannya belum optimal,” ujarnya Dengan begitu, WP terdorong untuk lebih patuh membayar pajak. Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Suryo Utomo menilai, salah satu regulasi yang menjadi kunci melakukan reformasi pajak ialah revisi terhadap Undang- Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Suryo mengatakan, pemerintah saat ini tengah membahas rancangan revisi tersebut sebelum menyerahkannya kepada DPR untuk dibahas dan diputuskan bersama-sama. Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, rencana reformasi pajak seharusnya tidak hanya fokus membenahi administrasi pajak. Dia menilai, reformasi perpajakan semacam itu hanya seperti melakukan tambal sulam, tanpa menyelesaikan persoalan krusial yang ada. Yustinus juga berpendapat bahwa reformasi pajak harus segera dilakukan untuk memperjelas visi kebijakan perpajakan Indonesia ke depan. Selain itu, reformasi penting supaya terbangun rasa saling percaya antara otoritas pajak dan WP. Tax Rasio Rendah, DJP Didorong Lebih Independen | PT Rifan Financindo Berjangka |
PT Rifanfinancindo Berjangka
PT Rifan Financindo Berjangka Profil Perusahaan Legalitas Penghargaan Perusahaan Fasilitas dan Layanan Archives
June 2018
PT Rifan Financindo Berjangka
|