Harus ada kesetaraan bayar pajak, termasuk pada Selebgram | PT Rifan Financindo Cabang Semarang Center for IndonesiaTaxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo saat berbincang dengan VIVA.co.id, Kamis 13 Oktober 2016 mengungkapkan, diperlukan sosialiasi mendalam dari otoritas pajak kepada seluruh Wajib Pajak (WP), sebelum menerapkan kebijakan tersebut. Prastowo menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang seluruh subjek maupun objek pajak, yang dalam hal ini Selebgram maupun Youtuber memang sudah semestinya dikenakan pungutan pajak, tanpa adanya satu pun pengecualian. Rencana Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang akan memungut pajak bagi pengguna media sosial yang mempergunakan akunnya untuk mempromosikan atau bahkan menjual suatu barang atau jasa di media sosial tengah menjadi sorotan publik. “Komunikasi dan sosialisasi itu sangat penting, karena sampai sekarang masih banyak yang merasa seolah-olah haknya diambil. Persepsinya, yang kecil-kecil juga dikenakan,” ungkap Prastowo. Prastowo menegaskan, perlu diatur mekanisme aturan baru bagi model bisnis seperti ini. Dalam rumusan aturan-aturan tersebut, diharapkan mekanisme pengenaan pajak bagi para pengguna media sosial dapat lebih mudah, dan tetap mempertimbangkan aspek kesetaraan. Namun, tidak mudah bagi otoritas pajak untuk menjangkau seluruh potensi pajak, lantaran memang sistem perpajakan yang dianut oleh pemerintah bersifat self assessment (insiatif WP itu sendiri). Menurutnya, ini menjadi tantangan pemerintah ke depan. “Mereka memang harus dikenakan pajak karena ada pajak terutang. Tapi bagaimana membuat itu efektif? Kalau membiarkan mereka self assessment, agak sulit. Membuat mereka sadar sendiri itu susah juga,” katanya Prastowo menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang seluruh subjek maupun objek pajak, yang dalam hal ini Selebgram maupun Youtuber memang sudah semestinya dikenakan pungutan pajak, tanpa adanya satu pun pengecualian. Ditjen Pajak Bentuk Tim Kejar Potensi Rp15,6 T dari Selebgram | PT Rifan Financindo Cabang SemarangDirektorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan bakal menjadikan selebriti media sosial seperti selebgram atau selebtwit sebagai wajib pajak dengan mekanisme pajak penghasilan pribadi, yang potensi penerimaan pajaknya diprediksi mencapai US$1,2 miliar atau setara Rp15,6 triliun. Berdasarkan keterangan Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak, Yon Arsal, komisi atas jasa selebriti media sosial ini akan dikenakan pajak layaknya subjek pajak perseorangan. Guna mengeksekusi rencana tersebut Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah membentuk satuan tugas gabungan untuk memetakan potensi penerimaan dan jumlah wajib pajak. "Mereka kan menjual jasa kepada endorser, jadi seperti karyawan suatu perusahaan saja," terang Yon, Kamis (13/10). Dalam kasus ini, penjual barang atau jasa (endorser) ditetapkan sebagai perusahaan yang menaungi sang selebgram. PPh Pasal 21 menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 diberlakukan atas penghasilan berupa gaji, upah, honor, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk yang berhubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri. Yon menjelaskan mekanisme pajak yang akan dikenakan berupa PPh Pasal 21 yang biasa berlaku bagi karyawan. Dengan demikian, kewajiban pajak menurut Yon berada di pihak endorser atau sang pemilik produk. Hanya saja untuk detailnya, kantor pajak masih akan memelajari lebih jauh sifat dari bisnis ini. Praktisi media sosial Ainun Chomsun, mengatakan, sejauh ini perusahaan agensi digital atau pemilik merek, telah patuh terhadap aturan PPh 21 di mana pendapatan yang diterima para selebgram atau selebtwit telah dipotong kewajiban pajak. Perusahaan juga selalu meminta identitas Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pada selebgram. "Kita coba pelajari lebih jauh dulu. Tapi saya pikir pengawasannya akan lebih mudah. Kita tinggal tanya yang punya produk," tutur Yon. Setelah program amnesti pajak berjalan relatif sukses, bisnis di ranah online atau digital diperkirakan dapat menyumbang tambahan pajak yang dibutuhkan negara. Selain bisnis endorsement, online marketplace merupakan sumber penerimaan pajak yang dianggap potensial. DJP sendiri telah memberlakukan ketentuan pajak bagi pelaku usaha berbasis e-commerce sejak 2014. "Kalau itu sudah berlaku sejak 2014 dan saat ini masih berjalan," tutup Yon. Defisit fiskal negara pada tahun ini disebut menjadi alasan mengapa DJP bergerak agresif menghimpun sumber baru penerimaan pajak. Dia bercerita, lima tahun lalu media sosial Twitter sangat ramai dengan para selebtwit, tetapi sekarang aktivitas macam ini sudah mulai turun di Twitter dan tren bergeser ke Instagram. Pemerintah diminta Ainun harus memikirkan pergeseran tren ini dalam mekanisme jangka panjang mengutip pajak, karena bisa jadi ada media baru yang bakal dimanfaatkan untuk promosi merek-merek besar. Selain dari perusahaan, Ainun menyebut selama ini ada juga selebgram yang diberi proyek mempromosikan produk atau jasa dari koordinator perorangan. Koordinator perorangan ini menurut Ainun ada yang telah patuh terhadap aturan pajak, tetapi mungkin ada pula yang belum memikirkan soal pajak. "Saya menilai (mengutip pajak-red) ini sah-sah saja. Hanya mekanisme dan polanya harus dipikirkan secara kreatif, dan jangan sampai membunuh usaha kecil dan rumahan," kata Ainun. Catat! Selebgram Dikenai Pajak | PT Rifan Financindo Cabang Semarang Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) akan mengejar pajak bagi pengguna akun yang menjual jasa atau barang di media sosial. Salah satunya ialah selebriti yang menggunakan akun instagramnya untuk mempromosikan suatu produk atau dikenal dengan "selebgram".
Saat ini, kata Ken, Ditjen Pajak sudah melakukan berbagai langkah untuk mengejar pajak dari hasil menjual jasa atau barang di Instagram. "Kalau ada keuntungan, ya kena pajak, gitu aja. Tarifnya normal. Pajak penghasilan sesuai keuntungan," ujar Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi di Jakarta, Rabu (12/10/2016) malam. Salah satunya ialah dengan mengecek alamat selebriti tersebut. Setelah itu, Ditjen Pajak akan mengecek nomor pokok wajib pajak (NPWP) selebriti itu dan akan mengirimkan surat ke alamat yang tertera. Seperti diketahui, media sosial sudah menjelma menjadi pasar besar transaksi online. Namun, pemerintah belum mengejar pajak dari transaksi tersebut. "Ini otomatis dan ini link ke database Ditjen Pajak," kata Ken. Selain Instagram, Ditjen Pajak juga akan mengejar pajak di Facebook dan Kaskuser yang berjualan di forum jual beli akan dikenai pajak. Sebelumnya, Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Kemenkeu Yon Arsal mengatakan, pemerintah kemungkinan bisa mendapatkan pemasukan hingga 1,2 miliar dollar AS atau setara Rp 15,6 triliun jika bisa menarik pajak dari kegiatan di media sosial tersebut. Khusus untuk penggunanya akun media sosial, pemerintah akan membandingkan laporan pajak mereka dengan kegiatan di akun media sosial masing-masing. PT Rifan Financindo
0 Comments
Leave a Reply. |
PT Rifanfinancindo Berjangka
PT Rifan Financindo Berjangka Profil Perusahaan Legalitas Penghargaan Perusahaan Fasilitas dan Layanan Archives
June 2018
PT Rifan Financindo Berjangka
|