agar ada kemudahan pembiayaan dari perbankan | PT Rifan Financindo Berjangka Menteri Agraria, Pertanahan, dan Tata Ruang Sofyan Djalil menyampaikan komitmen itu saat memberikan kata sambutan dalam acara Indonesia Palm Oil Conference 2016 di Nusa Dua, Bali, Kamis (24/11). Sofyan menyebutkan, kedua UU itu menjadi perhatian karena selama ini, proses sertifikasi lahan perkebunan sawit milik rakyat dan perusahaan sering terhambat, terutama dengan adanya konflik-konflik kepemilikan lahan dan adanya tudingan lahan sawit masuk ke dalam kawasan hutan. Devisa ekspor nonmigas sebesar Rp 250 triliun dari sawit membuat pemerintah serius untuk memerhatikan industri sawit nasional. Ada sejumlah bentuk perhatian pemerintah, terutama dari sisi regulasi yang bisa berimbas besar dan positif terhadap bisnis sawit itu sendiri. Sofyan mengatakan, dari sisi regulasi, pemerintah akan mengajak DPR untuk merevisi UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan dan UU Nomor 26/2007 tentang Tataruang Nasional. "Persoalan ini tentu perlu menjadi perhatian pemerintah agar ada kemudahan pembiayaan dari perbankan (terhadap pemilik lahan sawit -red), " ujar Sofyan. Ketika lahan sawit itu akhirnya tak bisa disertifikasi, Sofyan memyebutkan, pemilik lahan sawit akhirnya gagal mendapatkan pembiayaan dari perbankan yang memang membutuhkan legalitas kepemilikan lahan sawit secara jelas dan sah dari pemerintah. Sedangkan pemilik lahan kurang dari 25 hektare, selain harus memiliki IUP tanpa perlu memiliki HGU, bisa membentuk koperasi untuk mempermudah mendapatkan sertifikasi lahan sawit. Jadi, kata Sofyan, bagi pemilik lahan dengan luas minimal 25 hektare, selain harus memiliki izin Hak Guna Usaha (HGU) dan Izin Usaha Perkebunan (IUP), juga harus memiliki sertifikasi atau surat tanah yang clear dan clean. Sofyan juga meyakinkan para pemilik lahan sawit kalau proses sertifikasi akan terjangkau dari sisi biaya. Sebab, pemerintah akan menyubsidi biaya sertifikasi dari dana APBD, APBN, atau dana CSR yang disalurkan perusahaan-perusahaan sawit. Sofyan meyakinkan para pengusaha sawit kalau proses sertifikasi lahan sawit akan tuntas dalam waktu 90 hari, dengan ketentuan IUP, HGU, dan seluruh jenis pajak yang terkait dengan lahan sawit itu dituntaskan pemilik lahan. Kalau untuk lahan sawit milik petani, Sofyan menyebutkan, ada Prona yang menggratiskan sertifikat untuk perani sawit. Sementara untuk kalangan pengusaha sawit, biaya sertifikasi akan dirasionalisasi sehingga tidak menimbulkan biaya tinggi. Semua proses itu, kata Sofyan, bisa dilaksanakan secara online. Untuk tahun depan, Sofyan menyebutkan, pemerintah menargetkan ada lima juta sertifikat tanah yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ia mengatakan, ini semua dilakukan pemerintah karena ingin di tahun 2025 seluruh pemilik tanah sudah mendapatkan sertifikat tanah atau minimal pemerintah sudah mampu mendata semua kepemilikan tanah. Gapki Tagih Sertifikasi Lahan Kelapa Sawit ke Pemerintah | PT Rifan Financindo Berjangka "Kami memohon dengan hormat kepada Bapak Sofjan Djalil membantu pelaku usaha sawit terkait masalah-masalah lahan dan tata ruang. Karena permasalahan sawit sangat besar di tata ruang," ujarnya saat pembukaan ke-12 Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2016 and 2017 Price Outlook yang digelar di Bali International Convention Center (BICC) Nusa Dua, Kamis (24/11). Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memberikan setumpuk pekerjaan rumah (PR) kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofjan Djalil. Ketua Umum Gapki Joko Supriyono meminta pemerintah serius dan mempercepat penyelesaian lahan yang kerap mengganjal sektor industri kelapa sawit. Soal lahan, kata Joko, Gapki meminta pemerintah mempercepat pemberian sertifikasi lahan, dan kepastian pemanfaatan lahan dengan sistem tata ruang perkebunan kelapa sawit yang seharusnya sudah dipetakan oleh pemerintah. Dalam kesempatan yang sama, Sofjan mengumbar janji akan mempercepat penyelesaian dan segera memberi kepastian hukum terkait isu-isu lahan dan tata ruang. Pemerintah, lanjutnya, tak akan mengganjal sektor industri kelapa sawit yang menjadi penyumbang devisa tinggi bagi negara. Namun, tak sampai disitu, Sofjan balik melempar permintaannya kepada para pelaku usaha perkebunan itu. Ia meminta, agar para pelaku usaha segera mengurus legalitas lahannya. Adapun izin dan sertifikasi lahan dirasa masih belum memberikan kepastian hukum secara penuh. Padahal, sertifikasi lahan turut menjadi syarat penerbitan Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU). "Jangan khawatir, kami akan kelola. Saya harap, sepulang dari konferensi ini, Anda bisa tersenyum, karena persoalan lahan dan tata ruang sudah terselesaikan," imbuhnya. Saat ini, Sofjan mengungkapkan, masih banyak pelaku usaha perkebunan kelapa sawit yang tidak memiliki IUP, juga HGU. Padahal, HGU menjadi kunci utama agar sektor perbankan dapat mengucurkan bantuan permodalan yang berguna untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit serta menjangkau Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). "Kami juga meminta perkebunan sawit untuk melengkapi legalitas lahannya. Jangan karena tidak ada kebutuhan dana ke perbankan, tidak mau urus HGU. Padahal, kami janji akan mempercepat pengurusan HGU menjadi hanya 90 hari saja," tutur Sofjan. Gapki Minta Pemerintah Selesaikan Persoalan Agraria dan Tata Ruang | PT Rifan Financindo BerjangkaKetua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono berharap pemerintah, melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang, membantu memberikan kepastian hukum terkait isu-isu pertanahan dan agraria. Sehingga, pelaku industri kelapa wasit dapat berkembang. Joko mengatakan, selain isu lahan dan pertanahan, tantangan yang dihadapi pelaku usaha perkebunan sawit semakin kompleks. Padahal permintaan terhadap minyak sawit, terutama untuk kebutuhan pangan dan energi, akan semakin meningkat. Tantangan lain yang juga harus diperbaiki oleh pelaku usaha sektor perkebunan sawit adalah upaya peningkatan produktivitas. “Kami memohon dengan hormat kepada Bapak Sofyan Djalil, Menteri Agraria dan Tata Ruang, membantu pelaku usaha sawit terkait masalah-masalah lahan dan tata ruang,” kata Joko Supriyono saat memberikan sambutan dalam pembukaan 12th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2017 Price Outlook, di Westin Resort Nusa Dua, Bali, Kamis (24/11/2016). “Indonesia memiliki posisi lebih baik dan sangat penting sebagai produsen minyak sawit terbesar untuk mengambil porsi terbesar sebagai pemasok kebutuhan minyak nabati dunia ke depan,” kata Joko. “Kebutuhan akan minyak sawit masih sangat tingg, kami perkirakan peningkatan kebutuhan minyak nabati dunia mencapai 50 juta ton pada 2025. Saat ini produksi minyak sawit Indonesia sebesar 31 juta ton, dan 22,5 juta ton di antaranya memasok pasar ekspor. Selain itu, kebutuhan minyak sawit untuk biodiesel juga terus meningkat. “Karena itu diharapkan pemerintah mengeluarkan kebijakan strategis demi meningkatkan produktivitas, daya saing dan tantangan global secara sistematis,” terang Joko. Peningkatan produktivitas dan efisien, kata Joko, merupakan kunci terpenting guna memperbesar kontribusi kelapa sawit Indonesia sebagai pemasok terbesar minyak nabati dunia. Hal ini merupakan tantangan bagi pelaku usaha perkebunan kelapa sawit sehubungan dengan rencana pemerintah mengeluarkan kebijakan moratorium perizinan baru untuk perluasan perkebunan di lahan gambut dan pelepasan kawasan hutan. “GAPKI sangat mendukung pemerintah yang saat ini berinisiatif memerkuat ISPO terutama untuk membawa ISPO menjadi lebih kredibel dan mendapat pengakuan internasional,” katanya. Hal yang penting adalah mendorong peningkatan implementasi ISPO dengan mempercepat proses sertifikasi yang kredibel dengan persyaratan standar yang bisa diakui internasional. Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil berjanji akan membantu pelaku usaha perkebunan kelapa sawit untuk mendapatkan kepastian hukum terkait legalitas lahan. “Jadi saya harap sepulang dari konferensi ini, Anda bisa tersenyum karena persoalan lahan dan tata ruang sudah terselesaikan,” kata Sofyan, saat memberikan sambutan pada pembukaan IPOC 2016. Joko juga berharap pemerintah membantu meningkatkan daya saing minyak sawit di pasar global dengan memperkuat politik perdagangan melalui hubungan bilateral G to G sehingga dapat meminimalkan batasan-batasan yang menghambat ekspor minyak sawit dan turunannya. Sofyan mengatakan, percepatan proses HGU akan mendorong petani kecil untuk menjangkau sektor perbankan, sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil). Sehingga harga sawit yang dihasilkan oleh petani semakin kompetitif dan dalam jangka panjang perkebunan rakyat semakin berkelanjutan. Salah satu kebijakan yang akan dikeluarkan oleh Sofyan Djalil adalah mempercepat pengurusan HGU menjadi hanya 90 hari. “Kami juga meminta perkebunan sawit untuk melengkapi legalitas lahannya. Jangan karena enggak ada kebutuhan dana ke perbankan, tidak mau urus HGU,” kata Sofyan, yang disambut aplaus peserta konferensi terbesar di dunia tersebut. Rifanfinancindo
0 Comments
Leave a Reply. |
PT Rifanfinancindo Berjangka
PT Rifan Financindo Berjangka Profil Perusahaan Legalitas Penghargaan Perusahaan Fasilitas dan Layanan Archives
June 2018
PT Rifan Financindo Berjangka
|