Pemerintah memberi lampu hijau untuk ekspor konsentrat selama lima tahun | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Solo Izin ekspor mineral hasil tambang diberikan dengan alasan perusahaan membutuhkan sumber dana untuk menyelesaikan pabrik pemurnian mineral (smelter). ’’Kami memberikan waktu antara tiga sampai lima tahun untuk membangun smelter,’’ kata Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan, (4/10). Luhut menegaskan, relaksasi izin ekspor diberikan secara bertingkat sesuai progres pembangunan smelter. Selain itu, ada bea keluar yang besarannya bertingkat. Besarannya masih harus dibicarakan dengan Kementerian Keuangan. Pemerintah kembali mengalah kepada perusahaan pertambangan. Kali ini berupa lampu hijau bagi perusahaan pertambangan untuk mengekspor konsentrat selama lima tahun. Pemerintah pun sudah memutuskan untuk merevisi PP Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba. Poin terpenting dalam revisi tersebut adalah kesempatan melanjutkan pembangunan pabrik pemurnian mineral. Dengan relaksasi itu, pemerintah berharap perusahaan besar segera memulai pembangunan smelter. Sementara itu, perusahaan kecil bisa bekerja sama dengan perusahaan besar. Pemerintah juga membuka kesempatan pemilik kontrak karya untuk mengubah izinnya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Dengan demikian, pemegang kontrak karya seperti Freeport dan Newmont bisa memperpanjang ekspor hingga Januari 2017. ’’Masih dibicarakan dengan Kemenkeu karena ujung-ujungnya ke penerimaan negara,’’ ucap Luhut. Tambahan waktu tersebut punya konsekuensi tegas dari Kementerian ESDM. Luhur menegaskan, bila ada perusahaan yang belum menyelesaikan pembangunan smelter pada akhir ketentuan, izin tambangnya akan dicabut. Dirjen Minerba Bambang Gatot Ariyono tidak mau menjelaskan alasan pemerintah yang memberikan opsi antara tiga sampai lima tahun itu. Alasannya, sampai sekarang belum diputuskan jenjang waktu mana yang dipilih. ’’Membangun pasti butuh waktu. Logikanya begitu saja,’’ katanya. Pemerintah menghendaki perusahaan pertambangan membangun smelter di dalam negeri untuk meningkatkan nilai tambah dan mendorong pertumbuhan industri pengolahan mineral domestik. Meski kelihatan melunak, Bambang menyatakan, pihaknya kali ini bakal lebih tegas. Jika tambahan waktu yang diberikan tidak membuat smelter selesai dibangun, ijin akan dicabut. Dia yakin tambahan waktu tersebut bisa menjadi solusi penyelesaian smelter. ’’Kalau (smelter, Red) nggak jadi, ya dicabut (izinnya, Red),’’ jelasnya. Proyek Smelter Tak Jalan, Freeport Klaim Habiskan US$190 Juta | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Solo Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot mengatakan pengakuan investasi smelter tersebut merujuk pada laporan keuangan Freeport yang telah diaudit dan diserahkan Kementerian ESDM. Sayangnya, ia enggan merinci pengunaan dana investasi Freeport tersebut. "Secara fisik memang belum ada pembangunan. Saat ini, berdasarkan audit financial report, ada jaminan pembangunan smelter milik mereka sebesar US$114 juta yang bisa menjadi hak pemerintah. Sejauh ini, pengeluaran mereka tercatat US$190-an juta," jelas Bambang di hadapan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (4/10). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, PT Freeport Indonesia mengaku telah menghabiskan anggaran US$190 juta sejak 2010 untuk membangun fasilitas pemurnian mineral (smelter) di Gresik, Jawa Timur. Namun, sampai saat ini belum ada kegiatan pembangunan sama sekali di lokasi yang dijanjikan perusahaan tambang emas terbesar di dunia itu. Bambang hanya menyebut, poin renegosiasi yang sudah disepakati Freeport hanya penciutan lahan operasional dari 212,95 ribu hektar menjadi 90,36 ribu hektar, serta pengenaan royalti bagi tembaga, emas dan perak yang nilainya ditingkatkan menjadi 4 persen; 3,75 persen; dan 3,25 persen. Menurutnya, pembicaraan dengan Freeport terkait proyek smelter ini masih berjalan. Terutama menyangkut enam poin renegosiasi kontrak yang perlu dipenuhi perusahaan tambang Amerika Serikat itu. Namun selain smelter, ternyata poin-poin renegosiasi lainnya juga belum menemui titik terang. Selain itu, Bambang mengungkapkan, Freeport kerap mempertanyakan kelanjutan Kontrak Karya demi melangsungkan pembangunan smelternya. Ia menyebut, Freeport khawatir jika investasi smelter dengan nilai US$2,1 miliar itu akan sia-sia jika Kontrak Karya tidak diperpanjang dari tahun 2021. "Mereka menanyakan, masalah kontrak ini bagaimana? Apakah masih dijamin? Karena kalau mereka membuat smelter sekarang, masa manfaatnya hanya sebentar kalau Kontrak Karya tak diperpanjang," tambahnya. Dengan kata lain, lanjutnya, poin renegosiasi lain seperti kewajiban divestasi sebesar 20 persen, pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) lebih tinggi, serta peningkatan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) di dalam kegiatan operasionalnya masih jalan di tempat. "Negosiasi termasuk kewajiban keuangan mereka belum seleai. Masalah perpajakan masih berdiskusi dengan Kementerian Keuangan," lanjutnya. Pada Juli tahun lalu, Freeport menyatakan kemajuan smelter Freport telah mencapai 11,5 persen. Sementara pada bulan lalu, Pelaksana Tugas (PLT) Menteri ESDM, Luhut Binsar Pandjaitan menyebut bahwa kemajuan smelter tercatat 14 persen per Juli 2016. Namun berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2014, Freeport masih diperbolehkan mengekspor konsentrat dengan memenuhi sejumlah prasyarat. Dengan demikian, maka kemajuan pembangunan Smelter Freeport hanya 2,5 persen dalam setahun belakangan. Sebagai informasi, kewajiban membangun smelter merupakan implementasi turunan dari UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam beleid tersebut, pemerintah melarang adanya kegiatan ekspor untuk beberapa komoditas termasuk konsentrat tembaga, emas dan perak yang diproduksi Freeport. Vale Minta Pemerintah Tak Longgarkan Aturan Ekspor Konsentrat | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Solo PT Vale Indonesia Tbk meminta pemerintah untuk meninjau ulang rencana kelonggaran ekspor mineral. Pemerintah sebaiknya mempertimbangkan karakteristik dari masing-masing komoditas. "Sekarang saja sudah cukup kecil dengan harga komoditas begini, jadi pemerintah harusnya buat suatu kebijakan agar supaya bisa menanggulangi masalah akan datang terutama Jaunari 2017," kata Nico, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (4/9/2016). Presiden Direktur Vale Indonesia Nico Kanter mengatakan, jika pelarangan ekspor konsentrat diterapkan pada 11 Januari 2017, akan berujung pada masalah pendapatan negara, karena itu perlu ada kebijakan untuk mengatasi hal tersebut. Sesuai dengan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1 Tahun 2014, pemerintah akan melarang ekspor mineral mentah pada Januari 2017. Namun aturan tersebut akan direvisi "Kami baru finalisasi revisi Peraturan Pemerintah 1 Tahun 2014. Jadi intinya berkeadilan jangan sampai ada yang dirugikan. Tentu tidak semua sempurna," kata Pelaksana Tugas Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (4/10/2016). Kebijakan ekspor mineral tersebut perlu ditinjau ulang, dengan tidak memukul rata pada semua komoditas mineral. Karena tidak semua komoditas mineral mengalami kesulitan dalam peningkatan nilai tambah, melalui proses pemurnian. "Dari kami hanya bisa kasih masukan, dipertimbangkan sedemikian rupa, sehingga tidak berlaku umum. Jadi tergantung mineral yang ada kita lihat proses kita lihat dari masing-masing mineral berbeda," tutur Nico. Kelonggaran ekspor mineral tersebut akan diterapkan untuk memberi kesempatan perusahaan tambang menyelesaikan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). Luhut mengungkapkan, dalam revisi ini pemerintah akan melonggarkan larangan aturan ekspor mineral mentah. para pengusaha tambang masuk bisa melakukan ekspor mineral mentah tetapi dengan penarikan bea tertentu Nilai bea keluar tersebut akan beragam dari 3 hingga 5 tahun, sesuai dengan perkembangan pembangunan smelter. Rifanfinancindo
0 Comments
Leave a Reply. |
PT Rifanfinancindo Berjangka
PT Rifan Financindo Berjangka Profil Perusahaan Legalitas Penghargaan Perusahaan Fasilitas dan Layanan Archives
June 2018
PT Rifan Financindo Berjangka
|