Penelitian mencakup survei persepsi pelaku usaha, studi pustaka | PT Rifan Financindo Berjangka Kota Medan meraih predikat kota dengan indeks tata kelola ekonomi daerah (TKED) terburuk. Salah satunya, dengan pertimbangan dunia usaha memiliki persepsi banyak hal di Kota Medan dirasa menghambat kegiatan usaha. Demikian temuan dari Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). KPPOD melakukan penelitian sepanjang 2016. Metodologi penelitian mencakup survei persepsi pelaku usaha, studi pustaka, dan simulasi perumusan kebijakan daerah. Boedi menilai, buruknya integritas penyelenggara pemerintahan daerah di Medan menjadi salah satu penyebabnya. Dalam 10 tahun terakhir, penyelenggara pemerintahan di sana, seperti Wali Kota, anggota DPRD, bahkan hingga Sekretaris Daerah, pernah terjerat kasus hukum yang terkait pengelolaan anggaran. "Bahkan di tingkat provinsi, Sumatera Utara, ada pejabatnya (mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho) yang ditangkap. Faktor kapabilitas dan integritas kepala daerah di sana memang rendah," ujar Boedi. Indeks TKED diperoleh dari perhitungan terhadap 10 variabel. Indeks TKED Medan adalah 45,99, jauh terpaut dari indeks TKED Kota Pontianak, yang memiliki indeks tertinggi, di angka 79,29. "Sebagai kota besar di Pulau Sumatera, Medan ternyata memiliki indeks TKED terbawah. Medan meraih peringkat indeks TKED terburuk," kat Boedi Rheza, peneliti KPPOD, dalam diskusi tentang hasil penelitian di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa, 31 Januari 2017. Menurut Boedi, buruknya kapabilitas penyelenggara pemerintahan turut berkontribusi terhadap buruknya pemerintahan dijalankan. Perumusan kebijakan, misalnya, tidak dilakukan secara terbuka supaya mengakomodasi kepentingan setiap pihak. Selain itu, Boedi mengatakan, KPPOD mencatat Kota Medan memiliki prestasi yang buruk dalam menjalankan pelayanan perizinan. "Belum seluruh perizinan di Medan bisa dilayani secara terpadu. IMB (izin mendirikan bangunan), misalnya, masih harus diurus melalui dinas teknis, Dinas Tata Ruang dan Bangunan," tutur Boedi. Berbeda dengan banyak kota di Indonesia, pelayanan satu atap di sana tidak berjalan optimal. Hanya ada 11 perizinan yang sepenuhnya bisa diurus di lembaga pelayanan satu atap di sana. 5 Provinsi yang Paling Memberikan Kemudahan Izin Usaha, Di Mana Sajakah? | PT Rifan Financindo Berjangka Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menetapkan peringkat Tata Kelola Ekonomi Daerah (TKED) di 32 provinsi yang ada di Indonesia untuk tahun 2016. Jayapura menempati peringkat terendah dengan skala 35,51 karena belum memuaskan pelaku usaha. Proses pengurusan izin masih memerlukan waktu relatif lama (118 hari) dengan biaya yang memberatkan pelaku usaha sebesar Rp375.000, Dalam surveinya, Banda Aceh menempati tempat pertama untuk bidang perizinan usaha daerah dan Jayapura peringkat terbawah. Banda Aceh tertinggi dengan angka 94,49 karena ada layanan perizinan online yang cepat (4 hari) dengan biaya yang terjangkau sebesar Rp250.000. Lalu bagaimana dengan provinsi lainnya? Koordinator Peneliti KPPOD Boedi Rheza mengatakan, peringkat lima besar berada di atas angka 85. Boedi juga menjelaskan, jika semakin besar skala usaha maka kepemilikan izin juga akan semakin tinggi. Sehingga peran Pemda dalam mensosialisasikan informasi perizinan sangat penting. "Pelayanan perizinan yang efisien harus diikuti langkah peyerdahanaan bisnis proses. Jika peran Pemda tidak maksimal maka daerah akan semakin mundur peringkatnya," jelasnya. "Peringkat kedua ditempati oleh Pekanbaru dengan skala 90,64, peringkat ketiga Manado skala 90,05, peringkat keempat Samarinda sebesar 89,83 dan peringkat kelima diduduki oleh Manokwari sebesar 88,70," kata dia di Jakarta, Selasa (31/1/2017). KPPOD: Palu kota terbaik minim pungutan liar | PT Rifan Financindo Berjangka Direktur Eksekutif KPPOD Robert Na Endi Jaweng mengatakan segala temuan dalam laporan TKED 2016 akan menjadi bahan dasar pengembangan program KPPOD berupa asistensi bagi daerah berperingkat rendah dan promosi bagi daerah yang berada pada peringkat atas. KPPOD berharap pemerintah pusat dapat menjadikan hasil studi TKED 2016 sebagai masukan bagi perbaikan kebijakan ekonomi daerah dan reformasi sektor publik. Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menyatakan Kota Palu merupakan daerah dengan peringkat teratas dari sisi persoalan pungutan liar atau retribusi pemerintah daerah yang memberatkan pelaku usaha. Pelaku usaha juga tidak merasa keberatan terhadap biaya pajak, retribusi dan donasi pemda. "Palu menempati peringkat terbaik karena relatif tidak ada gangguan pelaku usaha berupa biaya-biaya retribusi, dan pungutan-pungutan," ujar koordinator peneliti KPPOD Boedi Rheza dalam diskusi media terkait hasil studi Tata Kelola Ekonomi Daerah (TKED) 2016 di Jakarta, Selasa. Menurut Boedi, di Palu tidak ada pelaku usaha yang dikenai pungutan atas distribusi barang antardaerah dan pungutan biaya informal keamanan kepada pihak manapun. Sementara kota dengan peringkat terendah dari sisi pungutan dan retribusi adalah Jambi. KPPOD menemukan fakta mayoritas pelaku usaha di Jambi merasa keberatan dengan pembayaran retribusi. "Di Jambi eksistensi donasi pemda memberatkan pelaku usaha, dan masih adanya biaya informal kepada pihak kepolisian," jelas dia. Selain itu seluruh pelaku usaha Jambi merasa keberatan dengan besaran biaya pajak. Terlebih jika biaya itu hanya diberlakukan untuk meningkatkan pendapatan daerah tanpa menimbang dampaknya bagi perkembangan usaha. Boedi mengatakan biaya transaksi berupa pajak, retribusi dan biaya-biaya lainnya baik yang legal maupun ilegal dapat menjadi penghambat kegiatan usaha di daerah. KPPOD menekankan kepala daerah memegang peranan penting dalam hal Tata Kelola Ekonomi Daerah. Kebijakan yang diambil oleh pembuat kebijakan daerah akan menentukan aspek Tata Kelola Ekonomi Daerah di wilayah tersebut. Rifan Financindo Categories
0 Comments
Leave a Reply. |
PT Rifanfinancindo Berjangka
PT Rifan Financindo Berjangka Profil Perusahaan Legalitas Penghargaan Perusahaan Fasilitas dan Layanan Archives
June 2018
PT Rifan Financindo Berjangka
|