inflasi Oktober 2016 di DKI Jakarta yang meningkat menjadi 0,25 persen | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Bandung"Inflasi dari tarif kelompok barang yang diatur pemerintah atau administered prices, antara lain kenaikan bahan bakar rumah tangga 4,71 persen, dan naiknya tarif listrik sebesar 2,20 persen dibandingkan bulan sebelumnya, terkait dengan kebijakan kenaikan tarif 12 golongan listrik nonsubsidi," ujar Doni P Joewono, Kepala Kantor Perwakilan BI DKI Jakarta, Selasa (1/11) malam. "Kenaikan harga bahan bakar rumah tangga, tarif listrik dan tarif KRL ini pula yang menjadi faktor penyebab lebih tingginya inflasi Jakarta dibandingkan dengan inflasi nasional," katanya. Bank Indonesia (BI) menilai inflasi Oktober 2016 di DKI Jakarta yang meningkat menjadi 0,25 persen dipicu kenaikan tarif kelompok barang yang diatur pemerintah, yaitu tarif listrik, bahan bakar rumah tangga dan tarif angkutan kereta api. Inflasi di DKI Jakarta pada Oktober 2016 ini sebesar 0,25 persen lebih tinggi dari September yang sebesar 0,18 persen, dan juga inflasi nasional sebesar 0,14 persen. "Kenaikan harga bahan bakar rumah tangga, tarif listrik dan tarif KRL ini pula yang menjadi faktor penyebab lebih tingginya inflasi Jakarta dibandingkan dengan inflasi nasional," katanya. Sementara, untuk kelompok bahan pangan yaang harganya bergejolak (volatile food) pada Oktober 2016 ini kembali deflasi. Deflasi lantaran turunnya harga daging dan hasil-hasilnya, serta bumbu-bumbuan. "Manajemen stok yang sudah lebih baik serta perbaikan rantai pasokan beras di DKI Jakarta melalui optimalisasi BUMD pangan DKI Jakarta, mampu menahan gejolak yang berlebih di Ibukota,” tutur dia. Hingga Oktober 2016 ini, inflasi tahun berjalan di DKI Jakarta mencapai 1,85 persen (year to date/ytd), sedangkan inflasi nasional 2,11 persen. Daging ayam ras mengalami deflasi sebesar 2,86 persen dibanding September 2016, diikuti dengan harga telur ayam ras yang juga mencatat deflasi sebesar 3,06 persen. Adapun, harga beras di DKI Jakarta saat ini masih relatif stabil dengan kecenderungan turun dengan deflasi 0,15 persen. Pada November 2016, BI memperkirakan tekanan inflasi akan meningkat. Kondisi hujan yang berkepanjangan akibat fenomena La Nina masih menjadi faktor risiko yang perlu terus diperhatikan. Inflasi DKI Jakarta Lebih Tinggi dari Nasional, Ini Penyebabnya | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Bandung Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi DKI Jakarta, Doni P Joewono menjelaskan, meningkatnya inflasi pada bulan Oktober 2016 terutama dipicu oleh penyesuaian beberapa harga komoditas administered prices, seperti tarif listrik, bahan bakar rumah tangga dan tarif kereta api. Selain itu, kenaikan cukai rokok secara bertahap sejak awal tahun, serta tarif KRL Commuter Line yang berdampak pada inflasi angkutan kereta sebesar 6,26 persen (mtm), juga turut menyumbang kenaikan kelompok inflasi administered prices. Pada bulan Oktober 2016 tren penurunan inflasi di Jakarta tertahan oleh penyesuaian harga sejumlah komoditas yang tergolong dalam kelompok administered prices (komoditas yang harganya ditentukan oleh pemerintah). Inflasi bulan Oktober 2016 tercatat sebesar 0,25 persen (mtm), lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,18 persen (mtm), dan juga inflasi nasional (0,14% mtm). Faktor pemicu meningkatnya inflasi administered prices antara lain kenaikan bahan bakar rumah tangga sebesar 4,71 persen dan naiknya tarif listrik sebesar 2,20 persen (mtm), terkait dengan kebijakan kenaikan tarif 12 golongan listrik non subsidi. Hal itu tidak terlepas dari pergerakan inflasi kelompok volatile food dan kelompok inti yang stabil, bahkan cenderung menurun. Hal itu tercermin dari capaian inflasi kumulatif hingga Oktober 2016 yang baru mencapai 1,85 persen (ytd), lebih rendah dari inflasi nasional 2,11 persen (ytd), dan jauh lebih rendah dari rata-rata lima tahun terakhir yang tercatat sebesar 4,06 persen (ytd). "Kenaikan harga bahan bakar rumah tangga, tarif listrik dan tarif KRL ini pula yang menjadi faktor penyebab lebih tingginya inflasi Jakarta dibandingkan dengan inflasi nasional," kata Doni , Rabu (2/11/2016). Walau demikian, Doni menambahkan, tekanan inflasi Jakarta hingga bulan ke-10 tahun 2016 relatif masih terkendali. Kelompok volatile food pada bulan Oktober kembali mencatat deflasi. Deflasi terutama bersumber dari turunnya harga daging dan hasil-hasilnya, serta bumbu-bumbuan. Daging ayam ras mengalami deflasi sebesar 2,86 persen (mtm), diikuti dengan harga telur ayam ras yang juga mencatat deflasi sebesar 3,06 persen (mtm). Adapun harga beras saat ini masih relatif stabil dengan kecenderungan turun. Manajemen stok yang sudah lebih baik serta perbaikan rantai pasokan beras di DKI Jakarta melalui optimalisasi BUMD pangan DKI Jakarta, mampu menahan gejolak yang berlebih di Ibukota. Stok yang terjaga dan harga pakan ternak yang stabil menjadi sumber turunnya harga kedua komoditas tersebut. Dari sub kelompok bumbu-bumbuan, harga bawang merah mengalami deflasi sebesar 4,57 persen (mtm), seiring panen raya di daerah sentra produksi antara lain Brebes, di tengah kenaikan harga cabai merah akibat hujan yang berkepanjangan di daerah sentra produksi. BI: Inflasi Hingga Oktober Masih Sesuai Target | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Bandung "Inflasi IHK bulan ini tetap terkendali, sesuai dengan pola historisnya," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara, Selasa (1/11) malam. Inflasi AP secara bulanan tersebut terutama bersumber dari kenaikan tarif listrik, harga bahan bakar rumah tangga, tarif kereta api serta harga rokok kretek filter, rokok kretek, dan rokok putih. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan Oktober 2016 mencatat inflasi sebesar 0,14 persen (mtm). Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK secara kumulatif (Januari-Oktober) mencapai 2,11 persen (ytd) sedangkan inflasi tahunan mencapai 3,31 persen (yoy), sejalan dengan target Bank Indonesia (BI) yaitu 4 persen ±1 persen (yoy). Inflasi pada bulan Oktober terutama bersumber dari inflasi komponen administered prices (AP). Inflasi komponen AP tercatat sebesar 0,57 persen (mtm) atau secara tahunan mengalami inflasi sebesar 0,17 persen (yoy). Sementara itu, inflasi komponen inti tercatat rendah sebesar 0,10 persen (mtm) atau 3,08 persen (yoy), sejalan dengan masih terbatasnya permintaan domestik, terkendalinya ekspektasi inflasi, dan menguatnya nilai tukar rupiah. Selain itu, rendahnya inflasi inti juga disebabkan oleh deflasi emas perhiasan seiring penurunan harga emas global. Ke depan, inflasi diperkirakan tetap terkendali dan berada di sekitar batas bawah sasaran inflasi 2016, yaitu 4 persen ±1 persen (yoy). "Koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengendalikan inflasi akan terus dilakukan, dengan fokus pada upaya menjamin pasokan dan distribusi, khususnya berbagai bahan kebutuhan pokok, dan menjaga ekspektasi inflasi," kata Tirta. Di sisi lain, kelompok volatile food (VF) tercatat mengalami deflasi sebesar 0,26 persen (mtm) atau secara tahunan mengalami inflasi sebesar 7,54 persen (yoy). Deflasi VF tersebut terutama bersumber dari koreksi harga komoditas bawang merah, daging ayam ras, telur ayam ras, kentang, ikan segar, dan cabai rawit. Rifan Financindo
0 Comments
Leave a Reply. |
PT Rifanfinancindo Berjangka
PT Rifan Financindo Berjangka Profil Perusahaan Legalitas Penghargaan Perusahaan Fasilitas dan Layanan Archives
June 2018
PT Rifan Financindo Berjangka
|