Indonesia tidak takut dengan ancaman resolusi sawit | pt.rifan financindo berjangka pekanbaru Seperti diketahui, Indonesia dan Malaysia adalah produsen utama minyak sawit yang menguasai 80 persen pasar dunia. Adanya resolusi minyak sawit oleh Uni Eropa sebagai sebuah kampanye hitam dengan mengusung isu deforestasi dengan tujuan ingin melindungi produk Uni Eropa dari rapesheed, bunga matahari dan kedelai yang kalah bersaing jika dibandingkan dengan minyak sawit. Bila dari sisi produksi, sawit paling produktif dalam hal penggunaan lahan dengan hasil 4,27 ton per hektar per tahun, sedangkan rapeseed hanya menghasilkan 0,60 ton per hektar per tahun, bunga matahari 0,52 ton per hektar per tahun, dan kedelai 0,45 ton per hektar per tahun. Indonesia tidak takut dengan ancaman resolusi sawit yang dikeluarkan Uni Eropa yang menjadikan deforestasi, sebagai alasan dalam melancarkan kampanye hitam dengan tujuan menjatuhkan sawit asal Idonesia. Demikian dikatakan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman di sela kunjungan ke Pabrik Sawit PTPN XIV di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Rabu (26/4). Menurut Amran, selain Uni Eropa, Indonesia masih memiliki pasar lain yang berpotensi besar bila dikembangkan dengan baik. Diantaranya India, Tiongkok, Turki, dan pakistan. Selain itu, konversi minyak sawit dalam negeri untuk biofuel sudah mencapai 3 juta ton, dan di tahun 2017 akan meningkat hingga 7 juta ton. "Ini hanya masalah bisnis semata dengan menjadikan masalah enviroment sebagai alasan. Dan Perancis yang paling ribut terkait masalah sawit, padahal mereka hanya mengimpor 20 ribu ton dari total keseluruhan kebutuhan minyak sawit di Eropa sebesar 3,2 juta ton. Justru kita lah yang peduli dengan lingkungan karena penanaman sawit dilakukan di atas lahan kering, dan ini membantu penyerapan air dan membuat lingkungan menjadi hijau," jelasnya. "Jika kami tingkatkan ke B.30 di tahun mendatang dengan target 13 juta ton saya kira ada negara yang tidak akan kebagian. Jadi kita tidak perlu takut dengan black campaign sawit oleh Uni Eropa," ujarnya. Jika ini terjadi maka para pekerja sawit yang selama ini hidup dari sawit akan kembali masuk hutan untuk mencari penghasilan baru dengan membuka lahan baru, yang artinya hutan akan kembali di tebang. Dan jika ini terjadi maka secara tidak langsung Uni Eropa justru yang paling bertanggung jawab terjadinya deforestasi. [wah] Amran meminta agar resolusi minyak sawit oleh Uni Eropa sebagai sebuah kebijakan perlu ditinjau kembali oleh pemerintah. Karena justru akan berdampak kepada perusakan hutan secara tidak terkendali. Selain itu juga akan menimbulkan efek domino, mulai dari harga sawit yang turun berdampak langsung pada nasib pekerja. Resolusi Sawit Rugikan Ekonomi Eropa | pt.rifan financindo berjangka pekanbaru Dono Boestomi Direktur Utama BPDP Kelapa Sawit membenarkan pernyataan Togar. Pelarangan sawit justru bisa merugikan perekonomian Eropa sendiri. Posisi Indonesia yang mengusai pasokan minyak nabati dunia, akan sulit bagi Eropa mencari pengganti sawit ketika tanaman minyak nabati lain kekurangan lahan tanam. “Kita menguasai sepertiga pasokan minyak nabati dunia dengan ekspor CPO sudah mencapai 6,3 juta ton per tahun. Jumlah sebesar itu diganti dengan soybean, repeseed dan bunga matahari tidak akan terpenuhi karena kebutuhan lahan di Eropa dan Amerika kurang dari 6% dan hampir abis, ini mungkin yang ditakutkan kita bisa pengontrol dunia,” jelasnya. Selain itu, kata dia, perekonomian di kota Rotterdam sebagai pelabuhan yang mendistribusikan ekspor CPO ke Eropa akan terhenti. “Mereka akan kehilangan kargo kalau kegiatan ini dihentikan, sehingga kita mesti menjalankan program ini dengan benar,” tutupnya. Togar Sitanggang Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), mengatakan Resolusi Parlemen Eropa adalah upaya menekan ketergantungan mereka terhadap produk sawit Indonesia. Sebab, permintaan produk sawit dan turunanya ke Eropa terus meningkat setiap tahun. Menurut Togar, setiap bagian makanan dilapisi sawit, artinya nggak ada sawit di Eropa maka rasa makanan perusahaan mereka akan berantakan. Rasa coklat mereka akan berantakan “Berdasarkan data, ekspor ke Eropa naik setiap tahun. Gerakan deforestasi dari Eropa menunjukkan kalau mereka lumpuh dan ketergantungan dengan sawit, terutama bicara makanan,” kata Togar di Pangkalpinang, Bangka Belitung, pada Rabu (26/4). Ditambahkannya Eropa menolak sawit dengan berbagai tuduhan tetapi mereka tetap membeli dan mengonsumsi produk dari sawit. Untuk melepas ketergantungan itu, Eropa menyerang sawit Indonesia dengan berbagai tuduhan dari aspek lingkungan, kesehatan dan pungutan ekspor. “Semakin kuat Indonesia membuktikan tuduhan itu, semakin besar pula Eropa menyerang dengan tuduhan lain. Silahkan tanya ke Kemendag berapa tuduhan anti dumping ke Indonesia dibandingkan ke negara lain. Perbandingannya 150 banding 10, kita menuduh negara lain tuduhannya hanya 10 kali. Sementara kita menerima 150 tuduhan,” tambahnya. Resolusi Sawit Hanya Gertakan Eropa | pt.rifan financindo berjangka pekanbaru Dewan Penasihat Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kaltim Azmal Ridwan mengatakan, kalau pun isu yang diembuskan Uni Eropa itu benar, maka hal itu bukan urusan mereka. Sampai hari ini, harga CPO masih terjaga. Lagi pula bila ada indikasi tersebut, pemerintah pasti menegakkan hukum. Azmal menyatakan, boikot dari Uni Eropa tidak berdampak sama sekali bagi Benua Etam. Sebab, ekspor ke Eropa menurut dia hanya 5 persen. “Mereka importir kecil. Kalau mereka tak beli tidak masalah. Mereka butuh produk turunan sawit, seperti sabun, sampo, oli, minyak goreng, dan lainnya,” papar dia. Uni Eropa seolah tak hentinya menggencarkan black campaign terhadap industri sawit. Terakhir menyatakan boikot terhadap crude palm oil. Meski demikian, Kaltim sebagai salah satu penghasil sawit belum merasakan dampaknya. Boikot yang dilakukan Uni Eropa dinilai sebagai gertakan agar harga sawit diturunkan. Realitanya, Indonesia tengah bersiap melakukan hilirisasi industri sawit untuk membanjiri Eropa dengan produk lokal. Namun, cara itu dinilai tidak elegan. Azmal menegaskan, Pemprov Kaltim harus bersikap tenang. Menurut dia, yang perlu dilakukan sekarang adalah tidak lagi mengekspor CPO tapi berupa produk hilirisasi. Dikatakannya, jika Kaltim punya produk lokal dari hilirisasi sawit, maka biaya menjadi murah, banyak pabrik di Kaltim dan lapangan kerja terbuka luas. “Perizinan juga harus dimudahkan, dengan catatan layak investasi. Presiden selalu menegaskan agar mengamankan investasi,” sebut Azmal. Menurut Azmal, boikot itu hanya gertakan dari Uni Eropa supaya Indonesia menurunkan harga sawit. Apakah selama ini harga sawit Indonesia mahal, kata dia, harga sudah sesuai standar, tapi memang setiap pembeli ingin beli yang lebih murah. “Itu sifat pembeli,” imbuh dia. Akademisi ekonomi dari Universitas Mulawarman Aji Sofyan Effendi mengatakan, ini merupakan politik bisnis, bukan kalkulasi usaha. Sebenarnya isu yang dibangun Uni Eropa tidak benar. Dia menduga ini disebabkan tersudutnya Uni Eropa di pasar internasional. Manakala politik bisnis terganggu, maka mereka mencari kambing hitam, dibangunlah isu yang menyudutkan sawit, seperti perusak lingkungan, penggundulan hutan, perusak habitat hayati dan hewani, serta isu sejenisnya. Padahal tak ada hubungannya dengan supply and demand. “Seperti mantan Presiden Amerika Serikat George Bush yang menyerbu Irak dengan alasan senjata kimia berbahaya. Hingga Saddam Hussein tumbang, malah tidak ada senjata kimia tersebut. Tapi lebih kepada syahwat menguasai ladang migas di Irak,” tegas dia. Dia meyakini pelaku bisnis sawit di Kaltim punya kemampuan untuk mencari market baru dengan volume perdagangan yang lebih besar dari Uni Eropa. Selain itu, kondisi ini menjadi tantangan industri sawit di Kaltim agar gencar melakukan hilirisasi. “Boikot terhadap ulu sawit, maka kita coba siasati dengan mengekspor hilirisasi produk sawit di pasar Eropa,” ujar dia. Sebelumnya, resolusi Parlemen Uni Eropa atas tanaman sawit dan produk turunannya di Indonesia sempat membuat banyak pihak terusik. Namun, pemerintah daerah justru menyatakan bahwa isu global tak perlu digubris terlalu jauh. Kaltim dinilai lebih baik mempercepat pembangunan industri hilir untuk komoditas ini, agar lebih leluasa menentukan sentimen pasar. Kepala Dinas Perkebunan Kaltim Ujang Rachmad mengatakan, isu negatif yang dilontarkan petinggi Benua Biru itu tak hanya berimbas secara nasional. Kaltim yang notabene salah satu penghasil utama kelapa sawit pun terkena dampaknya. pt.rifan financindo berjangka pekanbaru Categories
0 Comments
Leave a Reply. |
PT Rifanfinancindo Berjangka
PT Rifan Financindo Berjangka Profil Perusahaan Legalitas Penghargaan Perusahaan Fasilitas dan Layanan Archives
June 2018
PT Rifan Financindo Berjangka
|