Luas perkebunan kelapa sawit di Riau kini lebih kurang tiga juta ha | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang AxaGabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Provinsi Riau berharap pemerintah mengevaluasi Peraturan Pemerintah No 57/2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, beserta empat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai turunannya. Guru Besar dari Universitas Riau Prof Almasdi Syahza mengatakan, regulasi tentang pengelolaan lahan gambut sebenarnya bertujuan baik, yakni untuk mencegah kebakaran lahan gambut. Hanya saja, poin dalam regulasi itu yang mengatur ketinggian muka air pada lahan gambut ditetapkan harus setinggi 0,4 meter, akan sulit dipraktikan di lapangan. Daerah di Riau yang mayoritas lahannya bergambut seperti Kabupaten Rokan Hilir, Indragiri Hilir dan Bengkalis, akan sulit mengembangkan daerahnya untuk bercocok tanam perkebunan. "Tidak hanya sulit ditanami untuk kelapa sawit, untuk kelapa saja akan sulit, artinya semua komoditas yang menggunakan lahan gambut akan terdampak," ujarnya. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, luas lahan kelapa sawit nasional hingga 2016 mencapai 11,6 juta ha. Sebanyak 41 persen atau 4,75 juta ha dimiliki oleh petani rakyat (smallholders), BUMN sekitar tujuh persen (812.000 ha), dan perkebunan swasta 52 persen (6,03 juta ha). Produk ekspor sawit dan turunannya lebih dari 154 jenis, dengan nilai ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk hilir turunannya pada 2016 mencapai USD18,6 miliar. Pada tahun yang sama, industri kelapa sawit juga menyumbang pada penerimaan pajak sebesar 2,23 persen dari penerimaan pajak sekitar Rp1.230 triliun. Industri kelapa sawit hulu-hilir menyerap 5,3 juta tenaga kerja, didominasi sektor perkebunan kelapa sawit dan menghidupi lebih dari 21,2 juta orang. "Regulasi itu tidak bisa dipaksakan karena jelas berpengaruh pada bisnis kelapa sawit," kata Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Riau, Saut Sihombing kepada wartawan di Pekanbaru, dikutip dari Antara, Rabu 19 April 2017. Luas perkebunan kelapa sawit di Riau kini lebih kurang tiga juta hektare (ha). Dari total luas kebun sawit tersebut, 45 persen lahan sawit dimiliki masyarakat, 40 persen milik perusahaan, dan sisanya lahan petani plasma. "Mari kita bersama-sama mendukung pengembangan kelapa sawit nasional sebagai penopang perekonomian, bukan malah menyulitkan dengan beragam aturan yang ketat. Bila memang ada masalah dalam tata kelola sawit, mari sama-sama dibenahi bukan ditambah sulit dengan aturan baru," katanya. Menurut dia, ada salah satu poin dalam regulasi baru itu yang sulit diimplementasikan terkait mengatur tentang pengelolaan lahan gambut dengan kedalaman lebih dari tiga meter, yang harus diubah statusnya menjadi hutan lindung. Padahal, ia mengatakan Riau memiliki luasan lahan gambut mencapai 3,8 juta ha, dan 75 persen di antaranya memiliki kedalaman di atas tiga meter. Pemprov Kalbar Jamin Pemanfaatan Kawasan Gambut | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa Kepala Dinas Kehutanan Kalbar Marcellus TJ mengatakan, tidak masalah jika komoditas yang sudah ditanam di lahan gambut atau sudah ada pemukiman transmigrasi sebelum kedua langkah tersebut. “Misalnya, di Rasau Jaya ada pemukiman transmigrasi sebelum peraturan ada. Kemudian ada juga investasi perkebunan. Kita berharap kebijakan itu dikomunikasikan,” katanya, Rabu (19/4/2017). Pemprov Kalbar menjamin keberlangsungan pemanfaatan kawasan gambut untuk aktivitas tanaman dan pemukiman, meski terbitnya PP nomor 57/2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Permen LHK 17/2017 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri. Marcellus juga meminta korporasi menaati aturan untuk tidak menanam apapun jenis tanaman di area kubah gambut. Area ini adalah bagian ekosistem gambut yang cembung dan memiliki evalasi tinggi dari daerah sekitarnya. “Fungsinya, sebagai pengatur keseimbangan air. Kubah inilah yang melindungi ekosistem gambut sebagai keberadaan habitat, biota dan keanegaragaman hayati,” ungkapnya. Khusus untuk tanaman yang berada di lahan gambut, menurutnya, pemerintah daerah sedang mendorong korporasi HTI dan perkebunan memakai teknologi pengukuran air supaya gambut tidak kering. Gapki Juga Keberatan dengan Permen 17 Kawasan Gambut, Berikut Sikap Mereka | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Riau Saut Sihombing khawatir Peraturan terbaru PP 57/2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, serta Permen Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 17/2017 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri mengancam kelangsungan industri kelapa sawit di Provinsi Riau. "Jika aturan itu dipaksakan, jelas akan berpengaruh pada kelangsungan bisnis kelapa sawit, termasuk di Riau ," katanya di Pekanbaru, Rabu (18/4/2017). Menurutnya, Permen LHK terbaru soal gambut ini jelas berpengaruh pada kelangsungan bisnis sawit di Riau. Jika dipaksakan, regulasi baru tersebut bisa memukul industri sawit Riau yang banyak mengandalkan lahan gambut. Di Riau, luas perkebunan kelapa sawit mencapai 3 juta hektare atau hampir separuh luas daratan provinsi itu. Dari total luas kebun sawit tersebut, 45% lahan sawit dimiliki masyarakat, 40% milik perusahaan, dan sisanya lahan petani plasma. Dia meminta kepada pemerintah agar sama-sama mendukung pengembangan kelapa sawit nasional sebagai penopang perekonomian, bukan malah menyulitkan dengan beragam aturan yang ketat. "Bila memang ada masalah dalam tata kelola sawit, mari sama-sama dibenahi bukan ditambah sulit dengan aturan baru," katanya. Salah satu beleid itu mengatur tentang pengelolaan lahan gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter harus diubah statusnya menjadi hutan lindung. Kondisinya di Riau, luasan lahan gambut daerah setempat mencapai 3,8 juta hektare, dan 75% di antaranya memiliki kedalaman di atas 3 meter. Bila aturan dalam Permen LHK diterapkan, lahan gambut itu harus dikembalikan fungsinya menjadi hutan lindung. "Di saat negara luar mengobok-obok industri kelapa sawit nasional, di dalam negeri malah ikut pula menyulitkan pengembangan sawit," katanya. Pendapat berbeda disampaikan Anggota DPD RI asal pemilihan Riau, Intsiawati Ayus yang menilai positif dengan diterbitkannya Permen. Menurut senator Riau ini, kita harus melihat latar belakang terbitnya peraturan ini, yaitu upaya untuk pencegahan atau pemulihan kerusakan lingkungan hidup, terutama kawasan gambut. "Peraturan yang merupakan implementasi dari PP 57/2016 ini bagi saya sangat positif karena pro pemulihan dan perlindungan kawasan gambut," ujarnya kepada RIAUBOOK.COM, Senin (17/4/2017) Respons terhadap keluarnya Permen LHK Nomor 17 ini juga telah disampaikan Ketua DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Riau, Wijatmoko Rah Trisno. Menurutnya Permen Nomor 17 tahun 2017 bisa mengganggu ekonomi daerah yang mayoritas memiliki lahan gambut, seperti Riau. Secara umum kebijakan pemerintah ini bakal berpengaruh pada operasional perusahaan kertas dan sawit, khususnya bidang ketenagakerjaan. PT Rifan Financindo Categories
0 Comments
Leave a Reply. |
PT Rifanfinancindo Berjangka
PT Rifan Financindo Berjangka Profil Perusahaan Legalitas Penghargaan Perusahaan Fasilitas dan Layanan Archives
June 2018
PT Rifan Financindo Berjangka
|